Bisnis PCR dalam lingkungan oknum pejabat Pemerintah

EDITORIAL, HEADLINE1,154 views

SAAT ini, kehidupan manusia modern tidak lepas dari 3 M mulai dari menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker, masyarakat sudah lama tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasanya dikarenakan pandemi belumlah usai mental masyarakat tertekan karena wabah covid 19 ini sementara di lain pihak seolah olah ada oknum yang bermain dengan PCR dan antigen rasanya kondisi indonesia sangat pilu. Cobalah sama sama kita bahu membahu mencari jalan keluar yang terbaik hilangkan dulu ajang mencari politik 2024.

Terbongkarnya pejabat negara dalam bisnis layanan tes kesehatan PCR tentu sangat memalukan dan memilukan. Bagaimana tidak. Selama pandemi, rakyat sudah sangat susah. Banyak yang kesulitan secara ekonomi. Saat yang sama, untuk berbagai keperluan rakyat berkali-kali harus melakukan tes kesehatan yang tidak gratis. Mereka harus membayar. Bahkan dengan harga sangat mahal.

Pada awal pandemi layanan tes PCR mencapai jutaan rupiah. Kini, setelah banyak diprotes, harganya turun ke kisaran ratusan ribu rupiah. Itu pun masih dianggap mahal. Sebagian kalangan menyebut tes PCR bisa hanya puluhan ribu rupiah saja. Yang pasti, berapapun harganya, sudah seharusnya semua itu ditanggung Negara. Artinya, rakyat seharusnya bisa memperoleh layanan kesehatan, termasuk tes PCR, secara gratis.

Namun, yang terjadi tidak demikian. Rakyat harus membayar mahal layanan tes PCR. Bukan kepada negara, tetapi kepada pihak swasta. Ironinya, sebagian perusahaan swasta penyedia layanan kesehatan tes PCR itu dimiliki oleh segelintir pejabat negara. Mereka yang membuat kebijakan. Mereka juga yang jualan dan menikmati cuan besar-besaran. Tentu semua itu adalah hasil dari “merampok” uang rakyat dengan memanfaatkan kebijakan wajib tes PCR yang mereka buat sendiri. Sangat tidak bermoral!
Kenapa PCR gak gratis layaknya toilet di SPBU yang ada di indonesia padahal sama kayak alasannya mentri BUMN bahwa SPBU Sudah bisnis bensin, Toilet masih bayar kan menurut Erick fasilitas umum yang ada di SPBU seharusnya gratis, selain itu, di SPBU tersebut juga terdapat toko kelontong, dimana pemilik SPBU dapat penghasilannya sehingga sudah semestinya masyarakat mendapat pasilitas tambahan begitupun fasilitas kesehatan berupa PCR seharusnya gratis. Mentri Transfortasi, mentri kesehatan bahkan bapak Presiden sekalipun harus mencontah mentri BUMN Erick tohir yang berani memintak kepada seluruh pertamina yang ada di indonesia baik punya pemerintah maupun swasta untuk menggratiskan toilet kenapa tidak belajar dari pengalaman aja contoh pak Erick Tohir karena Bandara sudah dapat uang dari tiket, usaha klontong yang ada di bandara, parkir dll itu sudah lebih banyak untungnya begitupun Rumah sakit mereka sudah banyak dapat uang dari parkir, toko klontongan usaha mereka sendiri setiap menit masyarakat berobat harusnya untuk pasilitas umum penanggulangan covid seperti PCR dan antigen harusnya gratis juga.

Sebuah riset studi lebih lanjut, Robert mengatakan, negara wajib hadir manakala rakyat kesulitan untuk memperoleh barang publik, yakni tes PCR. Artinya, jika sekalipun negara tidak bisa membikin tes PCR secara gratis, maka ada kewajiban untuk mencari solusi dengan pihak DPR. Walaupun kondisi atau kapasitas keuangan negara yang makin ke sini makin berat, maka ya harus dilihat titik temunya, makanya setiap masalah yang membebani masyarakat lebih dari kemampuan mereka dalam kapasitasnya membayar, mestinya harus konsultasi ke DPR, karena ini sudah membebani,” papar Robert
Dan stadi oleh mentri BUMN sendiri Fasiltias merupakan komponen pendukung yang dapat memudahkan kegiatan manusia dan sifatnya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun semua Negara di dunia pasti akan memberikan fasilitas terbaik untuk warga negaranya baik untuk kegiatan belajar mengajar, sekolah, perkantoran, kesehatan, maupun fasilitas umum yang bisa ditemui baik secara fisik maupun non-fisik. Pada dasarnya sebuah fasilitas diberikan untuk memudahkan segala urusan manusia, namun fakta yang ada justru tidak semua fasilitas digunakan dengan baik dan bahkan ada yang malah dirusak.
Menurut wikipedia Fasilitas umum atau sering diakronimkan fasum adalah istilah umum yang merujuk kepada sarana atau prasarana atau perlengkapan atau alat-alat yang disediakan oleh pemerintah yang dapat digunakan untuk kepentingan bersama dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Dalam menggunakan fasilitas umum, masyarakat tidak dikenai bayaran begitupun dengan fasilitas kesehatan PCR kalaupun gak bisa gratis harusnya kita berdayakan tenaga tenaga ahli, para profesor dan peneliti dan semuanya untuk bahu membahu sekuat tenaga untuk memprodusi sendiri, kan bisa gratis PCR nya bahkan jauh lebih ringan harga PCR nya layaknya negara India yang Cuma kurang lebih Rp. 120.000 harganya karena Kesehatan adalah hak asasi manusia dan satu diantara berberapa unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya kesehatan dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta daya saing bangsa dan bagi pembangunan nasional.
Hukum Kesehatan Indonesia adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan bidang kedokteran kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. Yang dimaksud dengan hukum kedokteran ialah bagian hukum kesehatan yang menyangkut pelayanan medis.

Pemerintah pusat ataupun daerah memiliki tanggung jawab sebagai bentuk kepedulian terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang teridri dari :
1. Menyediakan rumah sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat
2. Menjamin pembiayaan kesehatan
3. Pembinaan dan pengawasan rumah sakit
4. Perlinduangna rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang professional
5. Perlindungan kepada masyarakat selaku pengguna jasa rumah sakit
6. Menjamin Informasi kepada masyarakat
7. Menjamin perawatan kegawatdaruratan akibat bencana dan kejadian luar biasa
8. Menyidiakan sumber daya manusia dan alat kesehatan berteknologi tinggi Bentuk dari peraturan pelaksana dari pelayanan kesehatan adalah Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang selanjutnya disebut UU Kesehatan. UU Kesehatan tidak menyebutkan tentang pelayanan kesehatan tetapi dirumuskan dengan upaya kesehatan, yang diatur dalam Pasal 1 angka (11) yaitu Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyaraka “. Keadilan berasal dari kata adil, menurut Kamus Bahasa Indonesia adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Adil terutama mengandung artibahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma objektif. Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi yang lainnya, ketika seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan, hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut,

Pada faktanya, rakyat membutuhkan peran Negara untuk menjaga kesehatan dan pengobatan. Apalagi pada masa wabah, pelayanan kesehatan secara menyeluruh semisal tes Covid-19 dan perawatan serta jaminan hidup tidak mungkin dapat dipenuhi warga secara mandiri. Negara seharusnya hadir untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis dan perlindungan kepada rakyatnya.

Namun, dalam sistem kapitalisme, kesehatan dan nyawa manusia justru menjadi komoditi bisnis. Dalam kasus pandemi Covid-19 ini, misalnya, Negara terbukti membiarkan para pengusaha berlomba-lomba mengambil keuntungan besar dari bisnis di bidang kesehatan. Ironisnya, bisnis layanan kesehatan berupa tes PCR sebagian dipegang oleh perusahaan milik pejabat negara.

Yang lebih ironis, layanan tes PCR di Tanah Air pernah mencapai Rp 2 juta. Jauh di atas harga pokok produksi. Padahal, sebagai perbandingan, di Tokyo Haneda tes PCR adalah US 17 dolar atau sekitar Rp 241 ribu rupiah. Di Mumbai lebih murah lagi, tes PCR US 8 dolar atau hanya sekitar Rp 113 ribu! (Kompas.com, 14/08).

Belakangan, Aiman Witjaksono, seorang jurnalis melakukan investigasi terhadap biaya tes PCR, ternyata ia menemukan harganya bisa hanya 10 ribu rupiah saja (Kompas.com, 9/11)! Sungguh keterlaluan! Karena itu ICW memperkirakan keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan tersebut bisa mencapai lebih dari Rp 10 triliun (Pikiran-rakyat.com, 4/11).

Yang makin membuat geram dan marah, tak ada sanksi hukum apapun terhadap para pejabat negara dan koleganya yang membisniskan layanan kesehatan ini. Padahal terlihat jelas mereka telah melakukan penyimpangan kekuasaan.

Kesimpulannya layanan kesehatan adalah hak rakyat bukan dagangan pejabat, dan kewajiban Negara dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kewajiban Negara. Ini sesuai dengan sabda Rasul saw.: Pemimpin Negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Salah satu tanggung jawab pemimpin negara adalah menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma alias gratis. Dalilnya adalah kebijakan Nabi Muhammad saw dalam posisi beliau sebagai kepala negara yang pernah mengirim dokter gratis untuk mengobati salah satu warganya, yakni Ubay bin Kaab, yang sakit. Diriwayatkan, ketika Nabi saw. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat umum (HR Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan, serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim).

Kebijakan ini pun dilanjutkan oleh para khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Sepeninggal Khulafaur Rasyidin, perhatian Negara Islam pada layanan kesehatan, pengobatan, juga riset kesehatan dan obat-obatan semakin pesat. Misalnya sekitar tahun 1000 M, Ammar ibn Ali al-Mawsili menemukan jarum hypodermic. Dengan itu dia dapat melakukan operasi bedah katarak pada mata. Ada pula Abu al-Qasim az-Zahrawi. Ia dianggap bapak ilmu bedah modern. Pasalnya, ia menemukan berbagai hal yang dibutuhkan dalam bidang pembedahan, termasuk plester dan 200 alat bedah.

Sepanjang sejarahnya Khilafah Islam juga membangun banyak rumah sakit yang berkualitas untuk melayani rakyat secara gratis. Rumah sakit pertama dalam peradaban Islam dibangun atas permintaan Khalifah Al-Walid (705-715 M) pada era Khilafah Bani Umayah. Pada masa berikutnya beragam rumah sakit di berbagai kota dibangun dengan fasilitas yang bermutu. Bahkan sebagian dilengkapi sekolah kedokteran dan perpustakaan yang lengkap. Untuk melayani warga di pedalaman, para khalifah membangun rumah sakit keliling. Ini terjadi seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H).

Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki empat sifat. Pertama: Universal. Artinya, tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat. Kedua: Bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ketiga: Seluruh rakyat bisa mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Keempat: Pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon seperti halnya JKN atau BPJS. Negara menanggung semua biaya pengobatan warganya.

Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana sangat besar. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hasil hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanîmah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya.

Semua itu lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai, berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat.

Karena itu haram membisniskan layanan kesehatan. Apalagi dilakukan oleh para pejabat negara dengan memanfaatkan jabatannya. Islam melarang keras pemimpin atau pejabat negara menipu rakyat untuk kepentingan bisnis mereka. Sebabnya, seharusnya pejabat negara menjadi pelayan rakyat, bukan malah mengeksploitasi mereka demi keuntungan pribadi.

Syariah Islam tegas melarang para pejabat negara dan kerabatnya berbisnis ketika mereka menjadi penguasa. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah merampas kambing-kambing harta perniagaan milik putranya, Abdullah, karena digembalakan di padang rumput milik Baitul Mal. Hewan-hewan itu lalu dijual. Lalu sebagian hasilnya dimasukkan ke Baitul Mal. Khalifah Umar menilai itu sebagai tindakan memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.

Semua itu tentu merupakan tuntunan sekaligus tuntutan syariah Islam. Karena itu penerapan seluruh syariah Islam, termasuk di bidang layanan kesehatan, adalah harga mati. Tidak bisa ditawar-tawar. Hal itu hanya bisa diwujudkan di bawah sistem yang dicontohkan dan ditinggalkan oleh Nabi saw., lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya. Itulah sistem Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Inilah yang harus diperjuangkan oleh sekaligus menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam.

Nabi saw. bersabda: Siapa saja yang diberi amanah oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya Allah mengharamkan surga atas dirinya.(HR Muslim). (Alfan Muttaqin (Mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi Stisipol Candradimuka, Palembang)

News Feed